dari kakinya ada bunga
bunga
bunga dari surga
surga itu kaki bunga
tapi kurasa ini bukan kaki
tapi langkah
tangan
dan gairah
lalu surga bunga pecah
Menulis itu Menulis
ia seperti 2500, memendam jarak antara lebak bulus – cipete
ia menodongku dengan 10000 angkot yang ada dimulutnya
matanya bensin, tangannya kompan, dan baju-baju lari dari tubuhnya
seperti merobek kompan, angkot dan sepatu.
ia kaki yang berjalan dengan ban, dan cakramnya siap ditekan
stop. ia blong, ia bensin yang berhamburan. ia memakan debu kota
dan menyiapkan dialog, argumen, eksepsi, dan angkot dalam mulutnya
ia muntah dan kisahnya seperti muntah juga
Dua belas jam aku menyetubuhi komputer tanpa kata sedikitpun. Kutandaskan kenangan untuk menziarahi lekuk-lekuknya. Alur misteri yang bercecabang untuk diikuti. Begitu misteri untuk digairahi. Seperti genangan sungai yang panjang. Juga keindahan pantai yang mengalun dari kejauhan. Desahan bumi yang menggetar pelan mengusik dengan enggan. Desahan mesin yang meronta untuk disudahi. Juga desahan kata yang menjejal untuk berloncatan. Satu persatu mengalun, hinggap di tiang-tiang, di sudut mata, di pangkal tubuhmu. Dua belas jam aku menyelami kata dan lagi. Mengeram bersama dengan penuh kesadaran. Dengan penuh ucap yang bergantian seksama. Desakan dari tanganku meronta pada lantai yang menggemuruh. Juga pada genangan hujan yang semakin meninggi. Aku seperti berenang bersama pohon, binatang. Akar-akar yang panjang terkelupas dan terhanyut dihempasnya. Dua belas jam aku meredakan tubuhku dari ingatan.
Bandar Lampung. 2007
Kutitip kenangan
Ikan berenang di bak yang telah disediakan
Sekarang sedang panen hujan
Dalam lingkaran donat. Kita mengeja sebuah kecemasan baru. Kecemasan yang sekarat. Dibalut dengan dekat dan berharap. Seperti kisah petualang ke pulau tak berpenghuni.
Teh loncat dari punggungku. Kemudian berlari dan bersembunyi dalam botol-botol. Di dalamnya bergambar sepasang calon kepala daerah.
Hujan berlarian pelan. Di halaman yang berjatuhan spanduk.
Kami terus berteriak di sudut jam yang sudah muntah. Hujan masih saja membentak jalan yang sedang kami perbaiki.
Seperti hujan dan kapal yang sedah pecah. Dengan sayap yang setengah patah terjatuh di landasan.
Berhentikah di pagi